Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penjelasan dentuman misterius

Penjelasan dentuman misterius dari BMKG Tretes, Pasuruan, ternyata belum memuaskan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Trenggalek. Bahkan, Pemkab Trenggalek secara resmi berkirim surat ke Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung Senin (21/2). Surat tersebut mengundang PVMBG untuk bisa hadir di Kabupaten Trenggalek. PVMBG diminta menjelaskan penyebab suara dentuman dari perut bumi yang sampai hari ini masih berlangsung di sebagian wilayah selatan Trenggalek. Kabag Humas Pemkab Trenggalek Yoso Mihardi mengatakan, inisiatif itu berangkat dari adanya keterangan PVMBG di sejumlah media massa. Analisa tentang dentuman misterius itu berbeda dengan hasil analisa lapangan BMKG Tretes, Kabupaten Pasuruan.

PVMBG menyatakan bahwa dentuman bergetar yang terpusat di wilayah Desa Timahan, Kecamatan Kampak disebabkan pergerakan tanah lambat. Sementara BMKG secara resmi memaparkan, gemuruh yang berada pada kedalaman bumi 33 kilometer tersebut merupakan gempa tektonik dengan kekuatan rendah. ”Tentunya ini membingungkan. Karenanya, untuk memperoleh kepastian penyebab, kita secara resmi menyurati PVMBG,” ujar Yoso kemarin. Dari informasi yang diperoleh Yoso, PVMBG menjelaskan jika kejadian yang menyebar di 25 titik tersebut merupakan fenomena alam biasa,yang muncul pada musim penghujan.

Dentuman yang menimbulkan getaran pada dinding dan kaca bangunan itu, secara ilmiah dijelaskan sebagai gesekan lapisan tanah. Yakni antara tanah yang memiliki kelembapan tinggi akibat curahan air hujan dengan lapisan dalam yang kedap air. Gesekan ini berlangsung sangat pelan (lambat). Selain di wilayah Kabupaten Trenggalek dan Kabupaten Ponorogo, PVMBG menyebut Kabupaten Samosir, Sumatera Utara dan Bandung Utara Jawa Barat yang pernah mengalami kejadian alam serupa. ”Sementara BMKG jelas-jelas menyebut dentuman ini disebabkan oleh gempa tektonik, ”cetus Yoso.

Analisa gempa tektonik dengan kekuatan rata-rata 3,2 skala richter, yang terpusat pada titik kordinat 220-260 derajat (Barat- Barat Daya), dengan sebaran radius 4-40 kilometer dari Desa Timahan jelas-jelas dibantah PVMBG. Sepengetahuan Yoso,PVMBG membantah getaran yang berlangsung sejak akhir Januari 2011 hingga sekarang itu sebagai gempa. Termasuk dampak tanah longsor yang diutarakan tim BMKG di depan Bupati Trenggalek Mulyadi WR dan sejumlah muspida juga, disangkal.Getaran terus menerus memang bisa berakibat tanah longsor. Namun itu berlaku di wilayah dengan kemiringan ekstrem.Berdasarkan perhitungan PVMBG, dampak terbesar dari fenomena alam yang akan hilang dengan sendiri tersebut hanya retakan tanah.

”Sekali lagi, ini berbeda dengan keterangan BMKG, ”paparnya. Sementara, lanjut Yoso, yang merasakan secara langsung dampak baik maupun buruk adalah masyarakat Trenggalek. Karena itu, dengan kehadiran petugas PVMBG nanti, hasil analisanya akan ”diadu” dengan keterangan yang disampaikan BMKG. Saat ini petugas BMKG masih terus melakukan penelitian untuk meraih kesimpulan dalam waktu tujuh hari. Sejauh ini, menurut Yoso, getaran masih terasa di wilayah Kecamatan Kampak, Dongko, Pule, Suruh, Watulimo hingga Munjungan. Sejak dirasakan (getaran) akhir Januari 2011 hingga sekarang, tidak ada laporan warga yang mengungsi karena ketakutan, maupun bangunan yang rusak.

Kendati demikian P emkab Trenggalek meminta warga untuk selalu waspada. ”Informasi dari warga getaran ini sudah berangsur-angsur melemah. Namun masih ada, ”pungkasnya. Sementara Kepala BMKG Tretes, Pasuruan, Petrus Demon Sili menyatakan secara tegas bahwa dentuman yang berlangsung di wilayah Kabupaten Trenggalek merupakan gempa tektonik rendah. Kendati demikian, pihaknya belum bisa memastikan penyebab gejala alam tersebut terjadi. Apakah karena lokasi Trenggalek yang berada di wilayah lempeng India-Australia atau karena faktor lainya. ”Yang pasti ini gempa tektonik dengan kekuatan rendah,” terangnya.

Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral Surono menegaskan, apa yang terjadi di Trenggalek dan Ponorogo merupakan pergerakan tanah lambat di kemiringan ekstrem.Pergerakan ini bisa memicu suara dentuman seperti yang didengar warga.”Air ini yang menjadi semacam pelumas tanah tersebut,”kata Surono dihubungi tadi malam. Pria kelahiran Cilacap ini menganalogikan dengan meja.Ketika meja ditarik maka terjadi gesekan antara kaki-kaki meja dengan lantai, dan benda di atas meja.

Demikian juga dengan apa yang terjadi di Trenggalek dan Ponorogo.”Suara ini sudah terjadi di mana-mana.Yang terbaru terjadi di Bandung Timur.Ketika musim kemarau tiba, maka suaranya juga berhenti,” tandas alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) ini. Selain kemarau, menurut Surono, pergerakan tanah basah ini akan berhenti setelah menemukan keseimbangan baru. ”Kalau kita diminta ke Trenggalek, nanti akan kita kirim satu tim ke Trenggalek,” ujarnya menanggapi permintaan Pemkab Trenggalek. Demikian catatan online Recehan internet tentang Penjelasan dentuman misterius.